Pendidikan era Digital saat ini telah menjadi sebuah babak sekaligus momok penting dalam jalannya kehidupan intelektual seorang anak yang dipengaruhi oleh pemahaman bahasa program hingga media-media online yang tersebar melalui Handphone ataupun tabloid. Sebenarnya ini menjadi keseharian yang bermata dua sehingga mengancam bahkan menyajikan berbagai giringan dogma baik bersifat politis ataupun Borjuasi Kapital yang dimana Moral Menengah ke atas selalu digaungkan oleh para pemerhati ekonomi modern ataupun pengamat Sosio-Politik.
"Teknologi memiliki efek yang jelas pada kebebasan individu, dalam beberapa hal meningkatkannya, dalam hal lain membatasi itu. Namun, karena kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada ketidaksetaraan kekuasaan, maka disangkal bahwa teknologi akan mencerminkan ketidaksetaraan itu, karena ia tidak berkembang dalam kekosongan sosial.
- Tidak ada teknologi yang berkembang dan menyebar kecuali ada orang yang mendapat manfaat darinya dan memiliki sarana yang memadai untuk menyebarkannya. Dalam masyarakat kapitalis, teknologi yang bermanfaat bagi orang kaya dan berkuasa umumnya adalah teknologi yang menyebar. Ini dapat dilihat dari industri kapitalis, di mana teknologi telah diterapkan secara khusus untuk menjatuhkan pekerja, sehingga mengganti pengrajin yang terampil dan dihargai dengan “pekerja massa” yang mudah dilatih (dan dihilangkan!) Dengan berusaha membuat setiap pekerja individu dapat ditiadakan, kapitalis berharap untuk merampas pekerja dari cara mengendalikan hubungan antara upaya mereka pada pekerjaan dan upah yang mereka terima. Dalam kata-kata Proudhon, the"Mesin, atau bengkel, setelah menurunkan pekerja dengan memberinya seorang master, menyelesaikan kemundurannya dengan mengurangi dia dari pangkat pengrajin menjadi pekerja biasa." [ Sistem Kontradiksi Ekonomis , hal. 202]"
Dalam kebudayaan pabrik yang dimana Struktural sosial masyarakat modernisme dipengaruhi fundamental Sektarian Liberal. Faktor Industrialisasi ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan keterasingannya dominasi kelas menengah ke bawah yang dimana pemasok sumber tenaga diambil dalam hidup serabutannya seorang kelas buruh yang tidak terjamah dalam gelamor intelektual ala borjuasi. Tentu hal ini menjadi sebuah tanda hal lumrah yang sebenarnya sayang sekali kurang di perhatikan oleh para pemerhati kaum Intelektual
yang dimana Analisis mereka hanya seputar dalam persepsi masyarakat Industrial Perkotaan dalam batas kondisi konflik Upah maupun jam kerja. Ataupun Pemodalan perspektif Moderat dalam Politik demokrasi menjadi dasar acuan para pemodal dan kaum politikus untuk menarik simpati massa masyarakat dengan narasi dan agitasi berbasis berbagi bahan pokok.
Dalam hal ini Teknologi telah menjadi dasar garis kesenjangan kelas yang sudah menjadi kelumrahan yang pilu dalam kehidupan berkembangnya suatu wilayah. Semakin maju jaman semakin hilang sebuah hubungan Individual dan menjadi salah satu bagian sumber penghasilan Borjuasi dalam memonopoli media dan Wacana Informasi sosialita. Salah satu wacana politis media jatuh pada 'Sistem Pendidikan' dan 'Media Rohani'.
Tentu bagi saya, hal ini dapat meninjau posisi Kedua arah Intelektual kelas borju ataupun intelektual kelas pekerja yg sangat mudah di tinjau dalam berbagai olahan Jurnal media dan menuntut dalam Hak Atas Pendidikan yang seharus nya tidak di bebani dogma-dogma Kapital.
HAK ATAS PENDIDIKAN
Pendidikan, sebagai sistem yang seharusnya membantu mengubah seseorang menjadi anggota masyarakat yang produktif, bertanggung jawab, dewasa, harus berkualitas tinggi, berubah dan beradaptasi dengan penemuan terbaru dalam ilmu sosial, dan tersedia tanpa biaya apa pun untuk semua yang mencari itu, dari prasekolah ke universitas. Dalam jangka panjang, pendidikan berkualitas meningkatkan masyarakat kita dengan segala cara yang terukur. Inilah sebabnya mengapa pendidikan adalah hak yang mendasar dan tidak dapat dicabut.
Dalam kebudayaan islam, terdapat sebuah Hadits yang dimana Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu kejadian:
“Rosululloh SAW bersabda: ”Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka dia tidak akan dikasihi (anaknya)”.
Maka kita bisa memahami bahwa seorang Anak muda tidak lah menjadi bagian dalam Penghambaan Sebuah Dogma Otoriter yang mempengaruhi Permasalahan baik Psikologis maupun jam Kebebasan bermain maupun mengekspresikan diri.
Komentar
Posting Komentar