BELARUSIA MEMILIH LUKASHENKO DITENGAH UPAYA DESTABILISASI
Belarus, bekas republik Soviet di timur laut Eropa telah mengadakan pemilihan presiden pada hari Minggu 9 Agustus di mana petahana Alexander Lukashenko terpilih kembali dengan 80,08 persen suara. Sementara saingannya, Svetlana Tikhanovskaya, yakni istri seorang blogger oposisi terkemuka, memperoleh 10,09 persen suara.
Setelah terlaksananya pemilu, yang disebut Lukashenko sebagai "yang paling sulit" dalam sebuah wawancara dengan BelTA, protes dengan kekerasan meletus di beberapa kota, termasuk Minsk, ibu kota. Protes ini dikecam oleh kedua kandidat utama. Dalam video yang dirilis di media sosialnya pada hari Selasa 11 Agustus, Tikhanovskaya berterima kasih kepada mereka yang berpartisipasi dalam pemilihan dan meminta para pendukungnya untuk tidak ikut serta dalam protes.
“Saya mendorong Anda untuk berhati-hati dan menghormati hukum,” kata Tikhanovskaya dalam videonya. “Saya tidak ingin darah dan kekerasan. Saya meminta Anda untuk tidak menghadapi polisi dan tidak turun ke jalan".
Sebelumnya, media milik pemerintah AS Radio Free Europe mencatat bahwa "dia (Tikhanovskaya) tidak benar-benar menginginkan pekerjaan [Presiden] dan [bersumpah] untuk segera melepaskannya" jika dia "entah bagaimana" terpilih.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Belarus, Olga Chemodanova mengatakan dalam pernyataan resmi bahwa kerusuhan yang menampilkan serangan terhadap tugu peringatan dan bangunan sipil peninggalan Soviet muncul setelah adanya hasutan dari berbagai "sumber internet".
Partai Komunis merilis pindaian beberapa dokumen berisi hasutan ini dari akun-akun yang ada di Telegram, sebuah aplikasi media sosial populer. Akun-akun tersebut menyerukan "Minsk Maiden" yang mengacu pada kudeta sayap kanan 2014 di Ukraina, dan menginstruksikan para pengunjuk rasa agar melakukan kekerasan untuk mendorong negara "melewati titik dimana negara tidak bisa kembali pulih".
Berbagai situs Belarusia, seperti kantor berita BelTA, Partai Komunis Belarusia, dan Komisi Pemilihan Umum Pusat juga menjadi sasaran DDoS [penolakan layanan terdistribusi/Distributed Denial-of-Service] dan serangan dunia maya lainnya yang dirancang untuk membuatnya offline selama pemilihan dan dalam beberapa hari berikutnya.
AKAR KONFLIK POLITIK
Seperti banyak negara lainnya, Belarusia memiliki Majelis Nasional dan Presiden, namun negara ini cukup unik karena tidak memiliki afiliasi Partai yang kuat. Lukashenko adalah seorang independen, bersama dengan 89 dari 110 anggota Dewan Perwakilan dan 46 dari 64 anggota majelis tinggi Belarus, Dewan Republik. Partai Komunis Belarus, partai politik utama, memegang jabatan di Kementerian Pendidikan yang berkuasa serta 11 dari 21 kursi Majelis Nasional yang tersisa dan 18 dari 19 kursi Dewan Republik yang tersisa.
Konflik politik di Belarusia pada intinya bukanlah tentang pemilu tahun ini, tetapi erat kaitannya dengan gejolak politik lanjutan dari pecahnya Soviet yang ada di negara tersebut. Stanislav Shushkevich, pemimpin Belarusia yang menandatangani Perjanjian Belovezha dan mencabik-cabik Uni Soviet disingkirkan selama skandal korupsi pada tahun 1994 di tengah penolakan yang meluas terhadap privatisasi borjuis dan proses de-Sovietisasi yang terjadi di Belarus. Lukashenko, yang merupakan satu-satunya Deputi Tertinggi Soviet dari RSK Byelorusia yang memberikan suara menentang Deklarasi Kemerdekaan Shushkevich, terpilih sebagai Presiden Belarusia dalam program kebijakan untuk menghentikan privatisasi dan berupaya melanjutkan kebijakan era Soviet.
Salah satu tindakan pertama Lukashenko sebagai presiden adalah mengubah kebijakan penjualan aset negara jadi memerlukan izin dari perusahaan milik negara jika hendak diprivatisasi serta perlu persetujuan pemerintah. Penolakan terhadap privatisasi ini berlanjut hingga hari ini, dengan Bank Dunia memperkirakan pada 2018 bahwa 47% dari PDB Belarusia dan 75% dari hasil industrinya berasal dari perusahaan milik negara. Sistem pertanian kolektif Soviet, atau kolkhozes, juga berlanjut, dengan semua tanah pertanian kecuali tanah rumah tangga menjadi milik negara.
Sistem ini telah digambarkan sebagai "mini-USSR" atau "sosialisme pasar/market socialism" dan ini bukannya tanpa alasan. Tidak hanya lembaga ekonomi yang sebagian besar masih dikontrol oleh negara, nilai-nilai sosial dan sistem kesejahteraan Uni Soviet juga sebagian besar masih dilestarikan. Belarusia memiliki tempat tidur rumah sakit per kapita terbanyak di antara negara mana pun di dunia, dan pengangguran mencapai sekitar 0,5% dengan sistem jaminan sosial yang kuat.
Lebih dari 90% pekerja Belarusia berada dalam serikat pekerja, berlainan dengan di Estonia yang pekerjanya terorganisir di serikat pekerja sebanyak 5%, lalu 8% di Lituania, serta 13% di Polandia. Dalam pidatonya di Kongres ke-8 Federasi Serikat Buruh Belarus pada bulan Februari, Presiden Lukashenko menekankan bahwa “gerakan serikat buruh adalah tulang punggung dari pembangunan negara […] dan perlindungan hak-hak rakyat pekerja adalah prioritas pembangunan nasional kita. "
Untuk menambah citra sebagai negara kuasi (seolah-olah) Soviet, referendum yang disahkan pada tahun 1995 dengan 75% persen dukungan mengubah bendera dan lambang negara menjadi desain bendera negara saat ini yang mengingatkan pada simbol-simbol era Soviet: bendera merah dengan pita tradisional Belarusia; dan lambang yang dikelilingi telinga gandum dengan bintang merah.
Jalur perkembangan Belarusia yang berbeda dibandingkan dengan bekas republik Soviet lainnya telah menjadikannya target lanjutan Amerika Serikat dan para kapitalis monopoli, yang ingin menghancurkan ekonomi negaranya dan membeli aset negara dengan melakukan privatisasi seperti yang mereka lakukan di Rusia, Serbia, Polandia dan bekas negara sosialis lainnya.
"Lembar Fakta Hubungan Bilateral Belarusia 2020/Belarus Bilateral Relations Fact Sheet 2020" dari Departemen Luar Negeri AS mencatat bahwa kebijakan resmi AS terhadap Belarusia difokuskan pada "mempromosikan ekonomi pasar". Laporan itu melanjutkan, "Otoritas Belarusia enggan melakukan reformasi ekonomi secara sistematis yang diperlukan untuk menciptakan ekonomi berbasis pasar, mereka malah masih mempertahankan 70% persen kegiatan ekonomi di bawah kendali pemerintah."
Kubu oposisi dalam negeri, termasuk Tikhanovskaya, secara terbuka mendukung privatisasi massal ini. Dalam wawancara pra-pemilihan dengan Radio Free Europe yang dilakukan pada tanggal 5 Agustus, Tikhanovskaya mengkritik "manajemen ekonomi yang buruk" di Belarusia, dan ia mengatakan bahwa dia akan membawa sistem ekonomi "bebas".
Jika Lukashenko dapat dikatakan sebagai presiden terakhir Soviet, Tikhanovskaya dan oposisi lainnya juga berasal dari zaman Soviet - namun dari sisi lain atau dari sisi yang berseberangan. Unjuk rasa yang digelar oleh oposisi tidak menampilkan bendera nasional tetapi bendera lama tiga warna, putih, merah, dan putih. Bendera ini digunakan sebentar sebelum terjadinya Revolusi Sosialis Oktober, dan bendera ini menjadi terkenal selama Perang Dunia II di bawah pendudukan Nazi sebagai bendera yang digunakan oleh pemerintah kolaborator boneka yang memusnahkan seluruh desa dan menewaskan lebih dari satu juta orang Belarusia.
Oleh karena itu, konflik politik di Belarus bukanlah tentang kampanye pemilu biasa, tetapi konflik antar sistem sosial dan antar kepentingan para pihak. Dukungan luas untuk Lukashenko dan kebijakan sosioekonomi yang dieterapkan sejak 1994 tidak hanya berasal dari manfaat yang diberikannya kepada pekerja Belarusia, tetapi juga dari kelakuan pihak oposisi yang berupaya menggoyang negara. Penurunan situasi sosio-ekonomi Rusia pada 1990-an, dan bahkan adanya perang saudara dan kebangkitan fasis dari pemerintah Ukraina saat ini yang menggunakan simbol-simbol yang sebanding dengan pihak oposisi Belarusia, sangatlah tidak berfaedah ketimbang jalan yang diambil oleh negara-negara pecahan soviet saat ini.
KAUM KOMUNIS MENDESAK TERCIPTANYA STABILITAS
Komite Sentral Partai Komunis Belarusia (CPB) mengeluarkan pernyataan menyambut hasil pemilu, dan memuji bahwa “pemilih Belarusia memilih Belarusia untuk masa depan mereka sendiri dan masa depan anak-anak mereka, serta berharap akan perkembangan yang berkelanjutan dari negara sosial, memperkuat potensi ekonominya, untuk stabilitas sosial, perdamaian, dan kesejahteraan masyarakat. " CPB juga mencatat bahwa pemilihan telah dilakukan secara adil.
Sebelum pemilihan, para pemimpin Partai Komunis Belarusia, Ukraina dan Federasi Rusia telah mengeluarkan pernyataan bersama untuk mendukung Lukashenko yang menyoroti jalan berbeda yang diambil Belarusia setelah pembubaran Uni Soviet dibandingkan dengan republik lain.
Lukashenko dan jalur politik Belarusia juga dipuji oleh Cui Qiming, Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok untuk Belarus. Dalam wawancara dengan BelTA awal tahun ini, Duta Besar memuji kebijakan "segalanya untuk rakyat" dari Pemerintah Belarusia, mencatat bahwa kebijakan tersebut "mematuhi kebijakan pembangunan yang berorientasi sosial dan menempatkan kepedulian terhadap kesejahteraan warganya di atas pembangunan nasionalnya ”. Duta Besar Cui juga memuji “fokus dan kontinuitas yang jelas” dari kebijakan negara Belarusia, dengan mencatat bahwa negara tersebut tidak meninggalkan tradisi sosial dan politiknya.
Presiden China Xi Jinping juga merupakan pemimpin dunia pertama yang memberi selamat kepada Presiden Lukashenko atas terpilihnya kembali. Hubungan Belarus-China telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dengan Xi Jinping memuji kedua negara sebagai "saudara satu tirai besi".
Sementara itu situasi politik di Belarusia masih berkembang hingga saat penulisan artikel ini, protes telah mereda secara dramatis dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka menimbulkan ancaman berkelanjutan atau signifikan bagi pekerja atau kemajuan sosial di negara itu.
Ditulis oleh : Kat Buissink, Koresponden khusus Wellington, NZ.
Diterjemahkan dari artikel Belarus votes for Lukashenko amid destabilisation efforts, Mingguan Pekerja Guardian, No.1928, edisi 17 agustus 2020
Sumber gambar : AP News
Terjemahan oleh : Bung Aen
Komentar
Posting Komentar