Kemiskinan dan Degradasi Lingkungan: Tantangan dalam Ekonomi Global (Bagian 2)

Kemiskinan dan Degradasi Lingkungan: Tantangan dalam Ekonomi Global (Bagian 2) 
 

Penurunan tingkat hidup dihadapi setiap orang di negeri yang sedang berkembang setiap harinya. Mungkin sebagian saja yang jarak dan tingkat hidupnya mengalami kenaikan mencolok--yang merupakan fenomena yang muncul pada perang dunia kedua--meskipun telah diusahakan diatur kesenjangannya, dan agen internasional yang berhubungan dengannya telah berusaha menawarkan pembangunan global dan pembangunan ekonomi dalam serangkaian pengenalan sosial. Meskipun beberapa negeri mengalami perkembangan yang sangat penting dalam segala hal, dan beberapa kelompok pribadi serta kelas sosial telah keluar dari kemiskinan, jutaan sisanya telah terperosok dan kehilangan harapan.
 
Menurut Laporan World Development tahun 2000/2001, 1,2 milyar orag dari 6 milyar populasi dunia hidup dengan 1 dollar perhari, 2,8 milyar manusia, atau hampir setengah dari populasi dunia, hidup dengan kurang dari 2 dollar perhari. Di tahun 1998, 40% populasi di Asia Selatan dan lebih dari 46% di pinggiran kota Sahara-Afrika, hidup kurang dari 1 dollar perhari.
 
Bagaimanapun juga, kemiskinan tidak lagi cukup didefinisikan dengan istilah pendapatan sedikit, ini harus dijelaskan dari beberapa segi fenomena. Dalam sebuah percobaan yang memggambarkan rumitnya kemiskinan, UNDP membedakan antara orang yang berpendapatan rendah dengan orang yang miskin. Menurut UNDP, orang yang berpendapatan rendah terdapat ketika tingkat pendapatan seseorang jatuh di bawah ukuran garis kemiskinan nasional. Pendapatan didasarkan pada ukuran penialaian kemiskinan--yang menjelaskan sumber-sumber ekonomi bagi kebutuhan dasar minimum, khususnya makanan; juga untuk memudahkan perbandingan penilaian dengan negeri-negeri yang sedang mengalami kemajuan dalam mengurangi kemiskinan. 
 
UNDP mendefinisikan kemiskinan manusia sebagai penolakan atau kerugian terhadap kesempatan dan pilihan yang akan memungkinkan pribadi itu “sehata, hidup kreatif, dan menikmati standar kebaikan hidup, kebebasan, martabat, penghormatan terhadap diri sendiri serta orang lain.” Untuk mengukur kemiskinan manusia, UNDP mengemukakan tiga indikasi: pertama, hubungan manusia dengan ancaman kematian--hubungannya dengan status usia muda, dalam arti ukuran prosentase populasi yang meninggal sebelum usia 40; kedua, hubungannya dengan pribadi membaca dan komunikasi--dalam arti ukuran prosentase orang dewasa yang buta huruf; ketiga, hubungannya dengan standar hidup dan ukuran prosentase manusia yang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih, serta prosentase balita kurang gizi.
 
Kesalahan-kesalahan definisi tersebut--yang menghubungkan kemiskinan dengan gambaran lingkungan--merupakan kelemahan dalam pendekatan penyelesaian permasalahan. Dalam sebuah pembicaraan dalam sessi utama pertemuan Lembaga ekonomi dan sosial PBB, pada Juni, 1993, Boutros Boutros Ghali, Sekretaris Jenderal PBB, menunjukkan usaha untuk merubah pendekatan tersebut ketika dia menunjukkan bahwa kemiskinan hanyalah salah satu aspek dari fenomena umum kerugian kemanusiawian.
 
Kerugian adalah konsep multi-dimensi dalam bidang ekonomi, dan perwujudan dari kerugian itu sendiri adalah kemiskinan, dalam politik (marginalisasi), dalam hubungan sosial (diskriminasi), dalam budaya (ketidakmapanan), dan dalam ekologi (ancaman penyerangan lingkungan). Perbedaan bentuk kerugian menguatkan satu sama lain, seringkali rumahtangga yang sama, daerah yang sama, desa yang sama menjadi korban dari semua bentuk kerugian tersebut. Kita harus melawan kerugian tersebut dalam setiap bentuk. Bagaimana pun juga, tidak ada dimensi lain dari kerugian yang dapat dipecahkan kecuali kita membicarakan persoalan kemiskinan dan pengangguran.
 
Konsep-konsep tersebut menempatkan kemiskinan dalam jaringan yang lebih luas saat memaknai kerugian. Karena orang miskin seringkali terlempar dari proses pembuatan keputusan komunitas mereka, diskriminasi saat melakukan protes terhadap kerusakan lingkungan dalam masyarakatnya, terbuang dari sumber abadi masyarakatnya, dan dipindahkan untuk mengisi daerah lingkungan yang tidak aman dalam ruang sosialnya. Dan solusi bagi dilema mereka membutuhkan berbagai cara pendekatan guna memahami batas kerugiannya.
 
 
Globalisasi, kemiskinan, dan lingkungan
 
Bisa jadi, yang paling penting dalam pembangunan di dunia saat ini adalah apa yang secara umum di maksud “globalisasi”. Globalisasi adalah sebagian hasil kemajuan yang luar biasa dalam informasi teknologi yang mereka punya, sebagi akibatnya menyusutkan dunia dan mata rantai luas di seluruh bagian di bumi ini, atau menciptakan hubungan secara global. Globalisasi juga hasil dari perluasan model produksi kapitalis. Berubahnya organisasi teknologi dan manufaktur membantu perkembangan perusahaan transnasional yang telah menimbun orang-orang kaya dan menjadikan individu negara menjadi berbangsa tunggal. Teknologi komunikasi membolehkan sumber keuangan yang sangat besar bergerak dari satu bagian dunia ke bagian yang lain, hanya dalam satu menit. Transfer seketika itu juga dari sumber-sumber ekonomi secara luas berpotensi merusak kekayaan ekonomi dari negeri-negeri dan berakibat hancurnya kesempatan hidup dan pekerjaan dalam jumlah yang besar. Karena itu, negara dengan bangsa yang tunggal, mendesak dengan hebat dalam bentuk persaingan untuk investasi asing guna meninggikan tingkat pertumbuhan ekonomi mereka. Untuk menarik investasi tersebut, negara-bangsa harus mencapai tingkat minimum pembangunan infrastruktur dan, lebih penting lagi, mempertahankan tingkat kestabilan politik, ekonomi,dan sosial.
 
Menjalankan manufaktur disusun dari model klasik --diambil dari contoh dari operasi produksi kendaraan oleh Henry Ford pada awal abad duapuluh--sehingga pabrik terbesar dapat memproduksi semua komponen yang baik hingga berakhirnya produk, dan guna menghasilkan metode yang mudah dalam produksi komponennya, maka komponen-komponen tersebut diproduksi di berbagai negeri yang berbeda dan kemudian dipasang di tempat lain di dekat tempat penjualan.
 
Karena itu, meskipun globalisasi menambah buruk kemiskinan di beberapa tempat--dan di antara kelompok yang sama--hal tersebut juga memiliki potensi demokratisasi (yang mungkin mendasar) untuk menghancurkan kemiskinan. Membangun ekonomi tidak dapat keluar dari kemiskinan tanpa menarik perusahaan transnasional tapi, pada waktu yang sama, mereka tidak dapat menarik perusahaan-perusahaan tersebut kecuali mereka mencapai tingkatan tertentu pembangunan. Karena banyak negeri berkembang ekonominya berada dalam tingkat awal transfomasi pasar bebas model kapitalis, dan kondisi tersebut diperlukan untuk menarik investor internasional yang sangat sulit didatangkan, khususnya untuk Asia Selatan dan pinggiran Sahara-Afrika.
 
 
Menggabungkan Pembangunan Ekonomi kedalam Pasar Global        
 
Dalam tingkat awal kapitalisme, sangat kritis perbedaan faktor-faktor produksi-- tanah, buruh, modal, dan pengusaha--sebagai komoditi, yang dapat mereka bawa bebas, mengatur sendiri pasar pasokan dan permintaan. Untuk masuk kedalam ekonomi global, orang miskin dari negeri berkembang harus mentransformasikan diri mereka sendiri dari petani dengan lahan sendiri menjadi pekerja upahan. Bagaimanapun juga, harga tenaga mereka harus di ditentukan oleh pasokan dan permintaan. Meskipun buruh dianggap sebagai komoditi sebagaimana komoditi yang lain namun, dalam kenyataannya, buruh memiliki sifat manusiawi. Komoditas yang lain dapat menjadi pendorong produksi dan, karenanya, digunakan tanpa pandang bulu, bahkan bisa tak pernah dipakai. Tapi, buruh, tidak dapat diperlakukan dengan cara tersebut, tanpa konsekuensi kemanusiaan yang keras. Untuk alasan tersebut lah, ketika model produksi kapitalis muncul di Eropa, massa rakyat dilemparkan ke dalam kemiskinan yang hina dan dihinakan. Perkembangan ekonomi seperti menghadapi akibat yang serupa, setelah mereka tergabung dalam pasar kapitalis global.
 
Ulasan dalam "Sistem Kapitalis di Inggris" pada pertengahan abad pertama dari abad ke sembilanbelas, catatan Karl Polanyi menyatakan,
 
"Sistem ini, yang mengatur kekuatan manusia (buruh)--yang menggunakan fisik, juga psikologi dan moralitas sejak lahirnya, 'manusia', label yang diberikannya. Perampokan yang dilindungi karena ditutupi oleh institusi budaya, mengakibatkan manusia akan binasa disebabkan oleh berkembangnya permasalahan sosial. Mereka akan mati sebagai korban karena tergelincir oleh keadaan sosial yang sangat akut--masalah buruk, asusila, kejahatan dan mati kelaparan. Alam akan mengurangi unsur lingkungan tempat tinggal, dan pencemaran alam, kotornya sungai, ancaman terhadap keamanan (dari serangan militer), tenaga produktif pangan dan bahan mentah dihancurkan...
 
Niscaya, buruh, tanah dan peredaran uang menjadi unsur utama dalam ekonomi pasar. Tapi tidak ada masyarakat yang tahan dengan akibat dari sistem tersebut, ... melawan kerusakan akibat pabrik setan ini."
 
Dalam wajah dampak-dampak permasalahan sosial seperti itu, tidak mengherankan jika masyarakat Eropa, dan disusul di Amerika Utara, dari pertengahan abad keduapuluh hingga kini, memaksa melindungi individu dari kemungkinan kerusakan akibat ekonomi pasar bebas. Perlindungan tersebut datang dalam bentuk serikat buruh, dan pemerintah pusat, sebagai wakil rakyat, yang berjanji untuk mengendalikan potensi kekacauan sosial yang mengganggu akibat kapitalisme melalui peraturan seperti bea cukai, undang-undang pabrik, jaminan sosial dan undang-undang pensiun, kode etik pekerja, serta undang-undang lain tentang kesejahteraan sosial.
 
Globalisasi merupakan perwujudan dari luasnya jangkauan kapitalisme, dan mereka memaksa negeri-negeri yang berada dalam fase awal kapitalisme untuk berhadapan dengan kemiskinan yang ada dalam populasi mereka. Populasi seperti itu mengejar produksi bahan-bahan mentah untuk pasar global, dan hal tersebut menjadikannya bertambah beradab dengan pilihan menggunakan pengganti produk industri--seperti mengganti kawat tembaga dengan serat optik. Negeri sedang berkembang, dengan produk industrial yang baru lahir, harus bersaing dengan produk yang lebih murah dan baik dari negeri maju. Kapasitas bersaing negeri yang sedang berkembang sangat lemah terutama dalam sektor inovasi teknologi, disebabkan oleh kelemahan dalam sistem pendidikan dan kemampuan lembaga mereka. Karenanya, harga untuk produksi awal terlihat menurun dari nilai sebenarnya.
 
Situasi tersebut tidak membantu negeri yang sedang berkembang, yang cenderung melindungi produk pertanian mereka dengan bea cukai, kuota, dan subsidi ekspor. Prektek tersebut menyengsarakan perdagangan negeri yang sedang membangun--yang lebih dari 2 pertiga orang miskinnya hidup di daerah pinggiran--sehingga perdagangan produksi pertanian di dunia tumbuh hanya 1.8 persen per tahun antara antara 1985 dan 1994.
 
Ditambah globalisasi, ketidakstabilan politik dan konflik daerah adalah faktor yang membuat kemiskinan semakin dalam di berbagai negeri yang sedang berkembang. Antara 1987 dan 1997, lebih dari 85% konflik bersenjata yang terjadi didunia--yaitu perang sipil melawan perbatasan negara mereka sendiri. 14 konflik terjadi di negeri-negeri Afrika, seperti Sudan, Somalia, Angola, Rwanda, Burundi, Liberia, dan Sierra Leone. Di Asia tercatat 14 konflik, di Kamboja, Vietnam, Sri Lanka, dan Indonesia, sementra di Eropa puas dengan pecahnya bekas Yugoslavia. Meskipun populasi keseluruhan naik, dan konflik tersebut dilakukan oleh populasi yang berbeda secara sosial-ekonomi, namun korban-korbannya terutama dari kalangan rakyat miskin. Jumlah yang sangat berarti dari peristiwa tersebut adalah orang-orang yang asetnya (secara sosial dan material) serta sumber mata pencahariannya dirusak, dan merupakan orang-orang yang terlantar sebagai akibat konflik bersenjata--yang menambah deretan orang miskin. Pemindahan populasi menciptakan pengungsian besar-besaran, yang mengacaukan pasar-pasar dan bentuk lain lembaga ekonomi dan sosial, serta membebani biaya pengalihan tenaga manusia dan pengeluaran belanja aktivitas produksi. Di tahun 1998, diperkirakan ada 12.4 juta pengungsi internasional dan 18 juta rakyat terlantar, hampir setengahnya berada di Afrika.

Akin L. Mabogunje

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kronologi Kasus Kekerasan Akademik UNAS

SOEKARNOISME DI MATA LENINIS

Kebangkitan Asia (1913)