Krisis Reformisme dan Kembalinya Kaum Pekerja ke Jalan Sosialisme Sejati

Oleh : Munawar Setiadi

Pasca keruntuhan Uni Soviet dan blok timur di tahun 1991, nada gerakan politik kelas buruh dirubah dari nada yang berbunya gulingkan sistem menjadi perbaiki sistem. Ini adalah tanda “kematian” Komunisme dan Marxisme, ujar para reformis liberal dan kejayaan demokrasi dan politik tengah. Politik “tengah” adalah pengakuan bahwa revolusi sudah tidak lagi agenda yang relevan. Yang relevan adalah bagaimana mengendarai sistem kapitalisme sekarang dan memperbaikinya. Hanya saja setelah 20 tahun, kematian yang kita sedang temui adalah kematian reformisme dan sistem yang mereka pertahankan. Pemimpin mereka gagal untuk memberi apa yang dijanjikan pada kelas buruh. Kepengecutan, sikap pengkhianat dan penipuan mereka telah terbeber luas dan membuka lubang besar untuk kejatuhan mereka. 

Kebangkitan reformisme

Tidak dapat dibantah lagi, bahwa bapak Sosialisme kelas buruh dan rakyat tertindas adalah Karl Marx dan Friedrich Engels. Mereka telah meletakkan dasar bagi kita bagaimana kelas buruh memiliki di dalam diri mereka kemampuan untuk membebaskan dirinya dari belenggu kapitalisme. BUKAN untuk memperbaikinya. Hal ini seperti yang diutarakan secara kongrit oleh Marx bahwa karakter krisis adalah karakter yang inheren dari kapitalisme dan tidak bisa disembuhkan. 

Namun nasihat ini ditelantarkan oleh kaum reformis yang mulai meracuni internasionale kedua. Lenin membuka buku negara dan revolusi, bahwa kelas borjuasi pada awalnya selalu menyerang pemberontak seganas ganasnya, ketika dia mati mereka memuja dan mendistorsi mereka. Para reformis atau kacung borjuis ini mengebiri esensi revolusioner Marx, mengubahnya menjadi orientasi parlementeris yang menghendaki “perubahan bertahap” dalam kapitalisme. 

Menjamurnya tren reformisme disebabkan kemajuan sistem kapitalisme di peridoe tahun 1910an. Upah dan standar hidup yang sedang naik membuat para reformis ini mengira bahwa ternyata ada harapan dalam kapitalisme. Mereka kemudian mengembangkan ideologi mereka dalam bentuk yang lebih buruk. Di saat perang dunia pertama, para reformis mendukung usaha perang negara imperialis atas nama “kepentingan nasional” kelas buruh. Sementara Lenin melihat bahwa musuh kelas buruh bukan buruh negara lain melainkan kelas kapitalis dari negerinya, kaum reformis melanjutkan pencampakannya terhadap kelas buruh. Mereka meninggalkan seruan mereka untuk revolusi demi program pasif yang mengatasnamakan “demokrasi”. Pemerintahan friederich ebert menumpas gerakan kelas buruh di Jerman dengan bantuan militer. Lalu di bawah kepemimpinan SPD, jerman terjun dalam hutang dan inflasi yang mendalam. Ini memberi jalan bagi ambruknya kapitalisme dan bangkitnya fasisme. 

Terlalu panjang untuk detail dari 1930 hingga sekarang, tapi bisa kita simpulkan bahwa partai reformis dari tahun ke tahun mengurangi kadar politiknya untuk semakin ke kanan. Namun justru kelas buruh makin banyak masuk ke partai reformis. Hal ini disebabkan karena kekecewaan mereka yang timbul dari politik birokrasi eropa timur dan Uni Soviet. Mereka khawatir nasib mereka bakal serupa dengan nasib buruh Hungaria dan Ceko yang ditindas habis-habisan. Bahkan melihat bahwa ternyata kapitalisme lebih baik dari Sosialisme. Pada akhirnya mereka mengkapitulasi diri kepada partai reformis di tahun 1991.
 
Ambruknya politik tengah

Suatu saat kelompok Internasional sosialis sedang mengadakan pertemuan di Spanyol beberapa tahun lalu. Berbeda dari pertemuan sebelumnya mereka dihadapkan dengan kejadian yang tidak terduga. Salah pengurus bagian pemuda sosialis internasional Beatriz Talegon, menyerang para politisi reformis ini. Dia mengatakan, bahwa di saat politisi reformis ini menjanjikan dalil politik yang luar biasa mustahilnya seperti hilangkan kemiskinan, hancurkan kesenjanagan sosial, lawan kaum 1 persen dll, mereka sedang menginap di hotel bintang 5 dan menikmati kemewahan yang hanya bisa didapat oleh “kaum 1 persen” . Peristiwa kecil ini mungkin terlihat nampak tidak penting yang tidak perlu dilebih-lebihkan. Hanya saja ini mewakili gambaran yang lebih besar atas realita politik kaum reformis yang sedang memfosil dan pesismisme yang telah dituai olehnya. 

Bagi kaum pemuda sekarang, gagasan akan perbaikan sistem atau perubahan yang bertahap sudah tidak lagi menarik bagi mereka. Ini karena mereka telah menderita kesengsaraan yang lebih dalam dari generasi yang tua. Mereka menyadari bahwa di bawah sistem yang sama, segala usaha reforma parsial sudah tidak lagi memungkingkan. Fenomena krisis 2008 adalah permulaan krisis kapitalisme yang mendalam. Ini  berarti bahwa kaum kapitalis dari berbagai penjuru sudah mulai hilang kendali atas sistem ekonomi mereka untuk dibenahi. Demi menyelamatkan sistem ini, kelas kapitalis sedang berusaha untuk menyerobot tunjangan sosial yang didapat dari perjuangan reforma sebelumnya.

Bagi kelas buruh, setelah menyerahkan diri mereka pada kaum reformis pasca 1991, mereka langsung menyadari bahwa partai reformis adalah partai terburuk yang mereka temui. Pasca tahun 1991, partai reformis bergelora dimana-mana. Di Amerika Latin, seluruh benua dikuasai oleh partai reformis. Namun pasca tahun 2008, mereka  menunjukkan warna sejatinya. 
Kaum reformis yang menamai diri mereka sebagai partai buruh, partai sosialis, seketika menjadi partai kapitalis, partai neoliberal.

Mengapa demikian? Ini karena orientasi sejati dari partai reformis bukan untuk “perubahan yang bertahap”. Bahkan orang terbelakang yang tidak pernah membaca pun akan sadar bahwa ini adalah sekedar ilusi semata. Karena politik reformis jika dijelaskan secara jujur adalah usaha untuk menarik kelas pekerja untuk mendukung kapitalisme. Tidak jarang sekali, bahwa pemerintahan kaum reformis justru menyeret rakyat ke jurang resesi dan mimpi buruk korupsi yang berlebihan. Di Romania Partai Sosial Demokrat merancang undang-undang pelegalan korupsi, Partai ANC Afrika Selatan terjebak di genangan skandal korupsi, Di bawah Tony Blair pemerintahan reformis melancarkan perang ke iraq, beberapa partai sosialis baik di eropa maupun benua lain menandatangi kebijakan austerity dan perjanjian neoliberal lainnya. semua ini menamai program mereka “keadilan sosial”, “ekonomi kerakyatan” dan atas nama “kaum miskin”.
Slogan sama yang sedang digaungkan oleh reformis gadungan ala PRD atau para “Marhaenis Sosialis”.  Dan jika dibiarkan berkembang maka akan mengulang kejadian tragis di Eropa dan benua lain dimana buruh ditipu dan sama sama menderita. Mereka yang masih mengidap penyakit reformis ini harus dibebaskan melalui alternatif politik yang nyata. Alternatif yang tidak lagi malu untuk menyerukan Sosialisme sejati dan revolusi bagi kelas buruh untuk menyongsong masyarakat baru tanpa kelas. Namun kita juga harus memperjelas sendiri Sosialisme apa yang kita perjuangkan.

Apakah kembali pada kediktatoran proletariat solusinya?

Muncul kebingungan politik yang besar di tengah massa pada sekarang ini. Di satu sisi walau mereka menyadari bahwa kapitalisme menindas mereka. Di lain sisi mereka tidak mengetahui solusi alternatif dari sistem kapitalisme. Terlebih kebingungan ini muncul dari akademisi borjuis kecil yang terus mengutuk kapitalisme tapi terlalu pengecut untuk menyuarakan revolusi. Namun kita harus menerima bahwa satu-satunya jalan bagi umat manusia untuk memperoleh kemakmuran dan hak politik yang besar adalah kembalinya ke Kediktatoran Proletariat beserta ekonomi ternasionalisasi yang terencana.

Bagi kaum awam yang mendengar Sosialisme Lenin atau kediktatoran proletariat, maka gambaran yang muncul adalah tirani, kejahatan kemanusiaan, kemiskinan, despotisme dan konotasi negatif lainnya. hanya saja ini tidak melihat bahwa di bawah ekonomi sosialis, masyarakat berkembang lebih unggul dibandingkan negara kapitalis. Uni Soviet adalah negara yang dahulunya buta huruf. Dalam 3 dekade, mereka adalah negara yang mampu mengirim manusia ke luar angkasa sebelum Amerika Serikat. Di masa dimana kaum buruh Amerika harus hidup dalam penderitaan kemiskinan yang mendalam, Ekonomi Uni Soviet sedang bergelora dan berkembang pada tingkat yang dahsyat. 

Hanya saja kita mengetahui cerita akhir dari pembangunan Sosialis di Rusia adalah kembalinya ke sistem kapitalis. Ini tidak membuktikan bahwa kapitalisme lebih baik, justru lebih buruk. Seorang warga Rusia  pernah memberi analogi ringkas antara perbedaan hidup di Rusia dan di Uni Soviet, di Jaman Komunis kulkas kami penuh tapi toko kami kosong, di Jaman Rusia toko kami penuh tapi kulkas kami kosong. Monster jahat yang sebelumnya telah ditaklukkan oleh Sosialisme Soviet menjelma kembali dalam bentuk Prostitusi, kepemilikan kapitalis, pengangguran, kejahatan sipil, kemiskinan dll. Yeltsin yang dibela sebagai “pembela Demokrasi” Rusia sebenarnya adalah tiran yang menulis konstitusi semaunya, membubarkan parlemen, melarang serikat buruh berpolitik, represi habis habisan pada rakyat, mencurangi pemilu. Kondisi ini sedang diderita oleh kelas buruh Rusia hingga hari ini di bawah Putin. Sehingga pertanyaan pokok sekarang adalah mengapa bisa runtuh? Apa pembelajarannya supaya rezim Sosialis yang akan kita dirikan bisa sehat sempurna?ataukah memang Sosialisme berujung ke kegagalan?

Tentunya kita harus mampu menjawab pertanyaan mendesak ini dengan jawaban yang tepat dan ilmiah. Kritik kaum Stalinis ala Mao zedong atau Enver Hoxha terhadap Uni Soviet adalah orang-orang seperti Khruschev atau Brezhnev mengidap Oportunisme, dogmatisme, menghilangkan “perjuangan kelas” di bawah sosialisme. Dengan kritik yang dilontarkan menggunakan bahasa rumit dan kompleks tersebut, kesimpulannya berarti bahwa penguasa setelah Stalin ringkasnya tidak paham Marxisme. Maka yang dibutuhkan bukan revolusi politik tetapi guru bimbel Marxis.

Analisa kaum Bolshevik-Leninis adalah Uni Soviet adalah negara yang menderita keterbelakangan budaya dan ekonomi. Di tahun 1920an, Uni Soviet adalah korban perang saudara dan intervensi asing yang berkecamuk dengan jutaan meninggal, kelaparan dimana-mana, industri serta perumahan roboh. Ini bukan masyarakat yang sehat untuk memulai Sosialisme. Sehingga diberlakukan penjatahan ransum yang menciptakan bangkitnya kelas birokrasi yang mendominasi negara sosialis dengan tangan besi. Kepalanya Stalin justru dengan kastanya mencipatakan sistem Sosialis yang kaku atau Sosialisme yang cacat. Tidak satupun 4 ujaran Lenin mengenai karakter negara Sosialis diberlakukan di bawah Stalin. Dewan buruh atau Soviet tidak memiliki otoritas yang bermakna, berarti buruh sendiri memiliki kontrol terbatas atas instrumen produksi dan politik. Upah birokrat melebihi upah buruh yang menciptakan korupsi berlebihan. Pemilu diselenggarakan hanya untuk memilih Stalin dan Partai Komunis. 

Sehingga ini menciptakan penyakit yang perlahan-lahan menggerogoti keutuhan sistem Sosialis Soviet. Seperti Trotsky katakan bahwa Ekonomi terencana membutuhkan demokrasi layaknya manusia butuh oksigen. Namun penyakit birokrasi tidak menghentikan keunggulan sistem ekonomi terencana dan Sosialisme untuk menunjukkan performanya. Pendidikan dan kesehatan gratis, buta huruf hilang, produksi nasional meningkat dalam 500 kali lipat, setelah PD 2 rakyat Uni Soviet memperoleh kebutuhan hidup yang mencukupi, IPTEK maju dengan dahsyat, Negaranya berkembang menjadi adidaya ekonomi kedua dan masih banyak lagi.

Namun di sekitar 1970an ini, kemajuan yang dibawakan oleh Sosialisme di Uni Soviet tidak mampu menjadi lapangan lepas landas bagi rakyatnya untuk maju ke tahap yang lebih tinggi dari Sosialisme. Karena ini semua diblokir oleh para birokrat yang pada periode 1970 sedang menghancurkan Perekonomian Soviet. Inilah yang menyebabkan kehancuran Uni Soviet.

Kesimpulan

Borok-borok dari kapitalisme telah terbeber luas. Tidak ada jalan alternatif dari masyarakat untuk menyelamatkan diri mereka selain melalui Sosialisme. Kita harus mulai percaya dengan diri kita, bahwa Sosialisme yang kita perjuangkan tidak akan sama dengan di Uni Soviet, China dan Eropa Timur. Melainkan Sosialisme yang kadar kualitasnya lebih maju dan tinggi dibanding Kapitalis barat, maupun Sosialisme Soviet lama. Sosialisme yang dimana secara politik, kelas buruh memiliki suaranya sendiri melalui dewan produksi yang tergabung dengan majelis buruh nasional, kebebasan berpendapat, mengkritisi dan pemilu. Dimana secara ekonomi, melalui majelis buruh itu, mereka mengendalikan ekonomi sesuai kebutuhan mereka tanpa perlu overproduksi bahkan mengatur upah mereka sendiri. Dimana secara budaya, kedudukan kaum perempuan bisa setara dengan laki-laki, semua orang bisa membuka wawasannya tanpa perlu dihalangi oleh aparatus negara, rakyat Papua tidak perlu ditindas.

Pertanyaan pokoknya bukan lagi apakah mungkin mimpi ini akan terjadi? Atau terlalu ragu ini hanya “utopia” melainkan adalah bagaimana kita mewujudkan masyarakat ini. caranya bukan lagi dengan pemilu semata. Karena jika pun seorang Sosialis bisa maju menjadi presiden, dia akan sadar bahwa reforma yang dia hasilkan akan terbatas. Sewaktu-waktu bisa hilang tanpa jejak. Ini karena reforma itu dihilangkan demi kapitalisme bisa bekerja secara optimal tanpa halangan apapun. Dan pencabutan reforma itu berasal dari kekuatan politik kelas borjuis yang termanifestasi dalam media besar dan partai bawahannya. Kekuatan aparatus ini tidak bisa dikalahkan dengan debat semata melainkan dengan membangun kepeloporan politik revolusioner. Dengannya kita membangun gerakan nyata yang merobohkan hegemoni politik kaum kapitalis dan reformis dan mendirikan tatanan baru untuk kita semua dan generasi yang mendatang. Demokrasi tidak akan datang dari atas melainkan dari kita sendiri.      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOEKARNOISME DI MATA LENINIS

Kemiskinan Dan Degradasi Lingkungan: Tantangan Dalam Ekonomi Global (Bagian 1)

PARODI KEPEMIMPINAN : Bagaimana Demokrasi Tanpa Ilmu Pengetahuan?